PROPOSAL PENELITIAN
DI AJUKAN OLEH
HAMZAH
1111308240129
STIKES MUHAMMADIYAH SAMARINDA
SI KESEHATAN MASYARAKAT
TAHUN 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kualitas lingkungan yang sehat dan tidak tercemar salah satunya dapat dilihat dari kualitas air yang digunakan manusia sebagai pokok penunjang aktivitas dalam kehidupan manusia. Air merupakan media lingkungan yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dalam kehidupannya. Namun seiring perkembangan teknologi pencemaran terhadap lingkungan air terjadi secara besar-besaran yang menyebabkan kualitas air semakin menurun (Soemirat, 2011).
Dalam pengembangan penyediaan air bagi masyarakat, sumber-sumber air dicari untuk diolah yang salah satu sumber air tersebut adalah air permukaan. Keberadaan air tidak lepas dari siklus hidrologi. Dengan adanya siklus tersebut maka air akan bersentuhan dengan senyawa sehingga air terkontaminasi dengan bahan lain. Jadi tidak ada air yang benar-benar murni. Pertumbuhan penduduk yang begitu pesat telah meningkatkan aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan disegala sektor. Peningkatan ini mengakibatkan peningkatan intensitas pencemaran terhadap sumber daya air yang tersedia. Ditambah lagi perubahan teknologi baru yang dapat mencemari lingkungan seperti detergen, pupuk, pestisida dan lain-lain. Semakin menambah rusak sumber daya air permukaan yang tersedia (sumantri, 2013).
Berdasarkan data bulan November tahun 2013, TSS sungai palaran 56,563 mg/l, gelatik didapatkan 128 mg/l, S. Parman 124 mg/l, karang mumus 171,6 Mg/l, Mahakam 127.4 mg/l. Pada tahun 2013 di temukan nilai tersuspensi solid, Coliform, BOD COD pada seluruh daerah aliran sungai yang ada wilayah samarinda dari palaran, gunung lingai, Mahakam, karang asam, gelatik, termasuk kategori D yaitu tercemar berat (BLH Kota Samarinda, 2014).
Daerah aliran sungai mahakam loa janan ilir yang airnya banyak digunakan masyarakat sebagai keperluan sehari – hari seperti konsumsi air minum, mencuci beras, mencuci pakaian dan budidaya ikan yang dikonsumsi. Pemanfaatan air sungai oleh masyarakat menyebabkan masalah kesehatan tersendiri oleh masyarakat seperti tingginya penderita penyakit dermatitis, diare dan gastristis yang ada hubungannnya dengan air (Puskesmas Loa Janan, 2014) .
Dalam penyediaan air bersih bagi masyarakat sesuai dengan kualitas yang aman untuk diminum dan kuantitas yang cukup untuk kehidupan harus memenuhi syarat - syarat kualitas air sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 416/MENKES/PER/IX1990 tentang Pengawasan dan Persyaratan Kualitas Air. Untuk mencapai standar kualitas yang ada, air harus diolah sesuai dengan karakteristik air tersebut.
Tingginya tingkat pencemaran air menyebabkan menurunnya kualitas air sehingga tidak dapat dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya, sehingga perlu dilakukan pengendalian dan pengolahan air bersih salah satunya adalah dengan menggunakan koagulan penjernih air.
Banyak cara-cara pengolahan yang dapat diterapkan untuk mengolah sumber-sumber air khususnya sumber air permukaan. Dalam pengolahan air permukaan, salah satunya adalah proses kimia yang berupa koagulasi. Beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai koagulasi adalah pengetahuan teori koagulasi, jenis koagulasi, jenis partikel dan kualitas air baku (sugiarto, 2007).
Koagulan penjernih air yang banyak digunakan masyarakat pada umumnya adalah tawas dan PAC. Dalam proses pengolahan air atau yang lebih tepatnya adalah penjernihan air diperlukan koagulan untuk memisahkan zat padat penyebab kekeruhan seperti koloid dan padatan tersuspensi (suspended solid). Tawas merupakan koagulan penjernih air yang relatif murah dipasaran dan mudah didapatkan, penggunaan tawas sebagai penjerih air juga digunakan dalam menjaga tingkat kejernihan air kolam renang, seiring perkembangan IPTEK yang menuntut serba mudah, cepat, efektif dan ekonomis penggunaan Poly Aluminium clorida (PAC) diharapkan dapat menggantikan koagulan alum (tawas) yang tentunya dengan penelitian dan uji percobaan dalam penggunaannya (Cahyana, 2012).
PAC sebagai koagulan penjernih air masih sangat sedikit kita temukan dikalangan masyarakat terutama penjernih air minum, padahal PAC memiliki kecepatan yang baik dalam membentuk flok akibat partikel penyebab kekeruhan air dan dosis yang berlebihan tidak mempengaruhi tingkat kekeruhan air berbeda halnya dengan tawas yang jika penggunaan dosisnya berlebih maka air akan semakin keruh (Raharjo, 2000).
Namun penggunaan koagulan tawas pada air tidak hanya untuk penjernih air, banyak masyarakat menggunakan koagulan untuk merendam ikan agar ikan yang dihasilkan lebih kenyal dan putih, selain itu tawas juga digunakan untuk pengolahan manisan lidah buaya, campuran pembuatan bihun agar tidak rapuh dan menghitamkan kacang hijau pengisi bakpao. Terlebih lagi sering dilakukan oleh banyak orang adalah mencampurkan koagulan kedalam air tanpa takaran semestinya, hanya mengandalkan prinsip semakin banyak koagulan yang dicampurkan maka akan semakin jernih (Oktania, 2005).
penggunaan koagulan yang marak digunakan oleh masyarakat belum sesuai sehingga muncul persoalan dimasyarakat. Air yang dihasilkan oleh koagulan bisa mengandung kromium dan merkuri yang berasal air bahan bakunya, bauksit. Keduanya termasuk zat berbahaya sehingga perlu dilakukan pengujian mengenai dosis yang tepat dalam menggunakan koagulan (Cahyana, 2012)
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka perlu dilakukan pengujian penggunaan koagulan dengan berbagai dosis untuk melihat kualitas air daerah aliran sungai. Untuk itu penulis melakukan penelitian yang berkaitan Efektifitas Tawas dan PAC Terhadap Kualitas Air.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan diatas maka di tarik suatu rumusan masalah yaitu : ” Apakah ada Perbedaan Tawas dan PAC Terhadap Perubahan Kualitas Air ?
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan tawas dan PAC terhadap perubahan kualitas air di Samarinda.
2. Tujuan Khusus
1. Analisis univariat pre – posttest tawas dan PAC
1) Mengidentifikasi parameter kualitas air (pH dan TSS) sebelum dan sesudah diberikan tawas.
2) Mengidentifikasi parameter kualitas air (pH dan TSS) sebelum dan sesudah diberikan PAC.
2. Analisis Bivariat
a) Mengetahui perubahan kualitas air (pH dan TSS) Sebelum dan sesudah diberikan tawas
b) Mengetahui perubahan kualitas air (pH dan TSS) Sebelum dan sesudah diberikan PAC
c) Mengetahui perbedaan perubahan kualitas air (pH dan TSS) Pada tawas dan PAC
D. Manfaat penelitian
1. Bagi peneliti
Memberi pengalaman dalam melaksanakan penelitian di Masyarakat serta Menambah wawasan dan pengetahuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki khususnya tentang penggunaan tawas dan PAC dalam menurunkan kekeruhan air di Kota Samarinda.
2. Bagi Instansi Terkait
Sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan dan pengawasan kualitas air tahun 2015.
3. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi dan pedoman untuk mendapatkan kualitas air yang baik.
4. Bagi Institusi Stikes Muhammadiyah Samarinda
Sebagai bahan masukan dan Menambah wawasan khususnya bagi mahasiswa dalam hal menggunakan koagulan untuk menurunkan kekeruhan air.
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Peneliti
|
Tujuan
|
Variabel penelitian
|
Desain penelitian
|
Subjek penelitian
|
Lokasi
|
Maringgas sinaga (2006)
|
Untuk mengetahui evaluasi kualitas air dan beban pencemar
|
Kualitas air dan beban pencemar
|
Eksperimen semu
|
Air dan beban pencemar
|
Sungai ciunjung ( bogor)
|
Firra Rosariawari dan M.Mirwan (2000)
|
Mengetahui kemampuan tawas dan pac sebagai koagulan
|
Air baku dan saluran pematusan
|
Eksperimen
|
tawas dan PAC
|
Surabaya
|
Alexon samosir (2009)
|
Optimalisasi penambahan tawas dan tanah diatome sebagai penyumbang elektrolit dalam proses elektrokoogulasi
|
Air gambut
|
Eksperiment
|
Tawas
|
Medan
|
Dyah agustiningsih
|
Untuk menganalisis kualitas air sungai blukar serta merumuskan strategi prioritas pengendalian pencemaran sungai
|
Kualitas air sungai
|
Eksperiment
|
Indeks pencemaran
|
Kabupaten Kendal
|
Komalasari
|
Memperbaiki unit kerja penggunaan koagulan pada pengolahan air limbah dan modifikasi kolam.
|
Air limbah
|
Eksperiment
|
Koagulan
|
Jakarta
|
Hamzah (2015)
|
Mengetahui efektivitas tawas dan pac terhadap perubahannya terhadap kualitas air (pH dan TSS).
|
Kualitas Air sungai
|
eksperiment
|
Tawas dan PAC
|
Samarinda
|
Hal yang membedakan dengan penelitian sebelumnya adalah lokasi penelitian, variabel bebas peneltian, kualitas air yang akan diteliti, dosis efektif koagulan yang digunakan serta waktu pengendapan yang paling efektif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Parameter kualitas air
Parameter fisik air yang diperlukan sebagai standart acuan air bersih, adalah Daya Hantar Listrik, Kekeruhan, Salinitas, Warna, Jumlah Zat Padat Terlarut (TDS), Jumlah Total Suspended Solid (TSS), Suhu dan pH. Dalam penelitian ini peneliti hanya menguji parameter air dari segi pH dan TSS.
a) Kekeruhan
Kekeruhan adalah jumlah dari partikel-partikel tersuspensi seperti garam, tanah liat, bahan organik, plankton dan organisme-organisme mikroskopik dalam air dimana biasanya dipengaruhi pada keadaan yang tak tentu oleh aliran. Kekeruhan juga diartikan sebagai ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air sungai, kekeruhan ini disebabkan oleh benda tercampur atau benda koloid dalam air (Sumantri,2013).
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan dan cahaya. Sumber Pencemaran Pada daerah pemukiman kekeruhan disebabkan oleh buangan penduduk dan industri baik yang terus diolah maupun yang belum mengalami pengolahan (Sumantri, 2013).
b) Derajat Keasaman (pH)
Menunjukkan kekuatan antara asam dan basa dalam air dan suatu kadar konsentrasi ion hidrogen dalam larutan nilai pH menggambarkan kekuatan bahan pelarut dari air, karena itu penunjukannya mungkin dari reaksi kimia pada batuan – batuan dan tanah-tanah. Pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran pH 6,5 – 5, namun untuk air bersih memiliki pH = 7 artinya tidak asam maupun basa (Soemirat, 2011).
Semakin tinggi nilai pH semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam akan bersifat korosif. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika kadar pH rendah. Sumber Penccmaran Keberadaan karbonat, hidroksida dan bikarbonat bertambah pada dasar perairan, sementara keberadaan mineral bebas asam dan asam karbonik bertambah dalam keasaman. Perairan asam tidak lebih umum daripada perairan alkali Sumber pembuangan air asam dan sampah-sampah industri yang sudah tidak dinetralkan akan bersamaan dengan pengurangan pH dari air (Soemirat, 2011)
2. Pengertian Koagulan
Koagulan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Tawas dan PAC. Kemampuan Tawas dan PAC akan dibandingkan untuk menurunkan kekeruhan pada air. Adapun karakteristik koagulan tawas dan PAC akan dijelaskan dibawah ini.
a) Tawas atau alum, Al2(SO4)3.14H2O (Dalam bentuk batuan, serbuk, cairan) Massa jenis alum adalah 480 kg/m3, dengan kadar air 11 – 17 %. Dosis alum dapat dikurangi dengan cara : penurunan kekeruhan air baku, filtrasi langsung untuk kekeruhan <50 mg/L, penambahan polimer, dan penyesuaian pH optimum (6.0 – 8.0) (Reynolds, 1982).
Dua faktor yang penting dalam proses koagulasi terutama pada saat penambahan koagulan adalah faktor pH dan dosis koagulan. Dosis optimum koagulan dan pH harus ditentukan dengan test di laboratorium. Range pH optimal alum adalah antara 5.5 – 6.5 dengan proses koagulasi yang memadai rangenya dapat antara pH 5.0 – 8.0 pada beberapa kondisi (Reynolds, 1982).
b) PAC
Menurut Raharjo dalam Setianingsih (2000), PAC adalah polimer alumunium yang merupakan jenis koagulan baru sebagai hasil riset dan pengembangan teknologi pengolahan air. Sebagai unsur dasarnya adalah alumunium dan alumunium ini berhubungan dengan unsur lain membentuk unit yang berulang dalam suatu ikatan rantai molekul yang cukup panjang. Dengan demikian PAC menggabungkan netralisasi dan kemampuan menjembatani partikel-partikel koloid sehingga koagulasi berlangsung lebih efisien. PAC memiliki rantai polimer yang panjang, muatan listrik positif yang tinggi dan memiliki berat molekul yang besar, PAC memiliki koefisien yang tinggi sehingga dapat memperkecil flok dalam air yang dijernihkan meski dalam dosis yang berlebihan. PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa, sebab PAC memiliki muatan listrik positif yang tinggi sehingga PAC dapat dengan mudah menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid dan dapat mengatasi serta mengurangi gaya tolak menolak elektrostatis antar partikel sampai sekecil mungkin, sehingga memungkinkan partikel-partikel koloid tersebut saling mendekat (gaya tarik menarik kovalen) dan membentuk gumpalan / massa yang lebih besar (Raharjo, 2000).
Segi positif penggunaan PAC adalah rentang pH untuk PAC adalah 6 – 9. Daya koagulasi PAC lebih baik dan flok yang dihasilkan relatif lebih besar.Konsumsi PAC lebih sedikit sehingga biaya penjernihan air persatuan waktu lebih kecil. Akibat langsung dari proses penjernihan keseluruhan yang lebih singkat adalah kapasitas penjernihan air (dari instalasi yang sudah ada) akan meningkat. Sedangkan segi negatif penggunaan PAC adalah penyimpanan PAC cair memerlukan kondisi temperature maksimal 40°C. PAC tidak keruh bila pemakaiannya berlebih, sedangkan koagulan utama (seperti alumunium sulfat, besi klorida dan ferro sulfat) bila dosis berlebihan bagi air akan keruh, akibat dari flok yang berlebihan. Maka pengunaan PAC dibidang penjernihan air lebih praktis. PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa. PAC merupakan kelas dari Aluminium Chloride, yang telah dikenal dalam persenyawaan kimia organik kompleks dengan ion hidroksil (-OH) serta ion - ion aluminium bertaraf Chlorinasi yang berlainan sebagai bentuk polynuclear. Rumus umum PAC adalah (Al2( OH)nCl6-n )m. PAC digunakan sebagai koagulan dan flokulan dalam suatu proses pengolahan air. Aplikasi PAC pada dasarnya dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : Pada pemerosesan air permukaan untuk keperluan air bersih, air minum dan air untuk proses industri (PDAM, industri kertas, industri textile, industri baja, industri kayu, dll) (Raharjo, 2000).
3. Proses Koagulasi Flokulasi
Koagulasi-flokulasi adalah sarana untuk pemisahan suspended solid (SS) dan partikel koloid. SS merupakan produk mineral-mineral alam seperti tanah liat, lumpur dan sebagainya atau berasal dari organik (penguraian tanaman atau hewan). Adapun koloid merupakan SS dengan ukuran lebih kecil, partikel ini tidak dapat mengendap secara alami, mempunyai diameter kurang dari 1 mm dan penyebab terjadinya warna dan kekeruhan. Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi partikel koloid dan partikel tersuspensi termasuk bakteri dan virus melalui penetralan muatan elektrinya untuk mengurangi gaya tolak menolak antar partikel, dan bahan yang digunakan untuk penetralan disebut koagulan (Sumantri, 2013).
Sedangkan flokulasi didefinisikan sebagai proses penggabungan partikel-partikel yang tidak stabil setelah proses koagulasi melalui proses pengadukan (stirring) lambat sehingga terbentuk gumpalan atau flok yang dapat diendapkan atau disaring pada proses pengolahan selanjutnya ( Sumantri, 2013).
4. Mekanisme Proses Koagulasi – Flokulasi
Tahapan proses koagulasi – flokulasi adalah sebagai berikut:
a) Penambahan Koagulan Sebagaimana diketahui, didalam larutan koloid selalu ada 2 gaya kekuatan yang berlawanan, yaitu gaya tarik menarik Van Der Waals dan gaya tolak-menolak yang biasa disebut zeta potensial. Pada jarak yang yang sama, gaya tolak–menolak selalu lebih besar dari gaya tarik – menarik. Hal inilah yang menyebabkan penggumpalan antar partikel tidak akan terjadi. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan zat kimia yang disebut koagulan (Raharjo, 2000).
b) Destabilisasi Partikel Koloid
Didalam air partikel-partikel koloid yang bermuatan listrik sejenis (sama negatifnya) saling tolak-menolak sehingga tidak bisa saling tarik-menarik dan partikel tetap berada ditempatnya, ini disebut kondisi stabil. Kondisi partikel yang stabil tidak memungkinkan terbentuknya flok. Jika di dalam air tersebut diberikan ion logam yang bermuatan positif, maka muatan positif dapat mengurangi gaya tolak-menolak antar sesama koloid (gaya repulsion) dan dapat menyebabkan masuknya koloid dalam prespitat hidroksida. Sehingga akan terjadi kondisi destabilisasi dari partikel. Kondisi partikel koloid yang tidak stabil memungkinkan terbentuknya flok supaya bisa mengendap (Raharjo, 2000).
3) Proses Flokulasi
Koloid-koloid yang tidak stabil cenderung untuk menggumpal. Kecepatan penggumpalan ditentukan oleh banyaknya tumbukan dan benturan yang terjadi antara partikel - partikel koloid. Pada proses flokulasi ini, tumbukan antar partikel dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu
(a) Tumbukan akibat gerakan zig-zag partikel secara acak dan Tumbukan yang diakibatkan oleh gerakan zig-zag partikel secara acak dikenal dengan flokulasi perikenetik atau disebut gerak brown yang mengakibatkan penggabungan antar flok (Sumantri, 2013).
(b) Tumbukan akibat pengaruh gerakan media
Tumbukan akibat pengaruh gerakan media dikenal dengan flokulasi ortokinetik. Gradien kecepatan pada gerakan media mengakibatkan partikel-partikel yang terbawa media akan mempunyai kecepatan yang berbeda sehingga terjadi tumbukan antar partikel (flok). Perbedaan kecepatan media sesungguhnya merupakan faktor penentu dalam proses flokulasi. (Sumantri, 2013).
4) Pencampuran
Air yang telah diberi alum atau koagulan dimasukkan dalam bak pencampur dan diputar sedemikian rupa selama beberapa menit sehingga terjadi diseminasi alum didalam air (Sumantri, 2013).
5) Sedimentasi
Sedimentasi adalah pengendapan flokulat bersama dengan zat yang terlarut dalam air beserta bakteri. Waktu yang diperlukan berkisar antara 2-6 jam dan paling tidak 95% flokulat itu harus telah diendapkan sebelum air dialirkan kedalam bak pengaduk air (Sumantri, 2013).
B. Kerangka Teori
Gambar 2.3 Kerangka Teori Penelitian (Sumantri, 2013)
Menurunnya kualitas air sungai disebabkan oleh beberapa aktivitas seperti industri tambang batu bara, kayu lapis, aktivitas rumah tangga yang memiliki limbah yang selanjutnya masuk atau dimasukkan kedalam media lingkungan (air sungai). Kegiatan ini sangat merugikan sehingga untuk meningkatkan kualitas air sungai yang telah menurun peneliti memberikan perlakuan terhadap tawas dan PAC terhadap sampel air sungai. Pemberian perlakuan terhadap sampel air tersebut bertujuan untuk mengetahui perubahan kualitas air setelah diberikan tawas dan PAC, yang meliputi unsure masukan (input), yang terdiri dari tawas dan PAC, unsur proses terdiri dari penambahan tawas dan PAC dengan menggunakan alat jartest sehingga terjadi perubahan kualitas air (output).
C. Kerangka Konsep Penelitian
input proses output
Kualitas air sebelum diberikan Perlakuan Tawas dan PAC
- PH
- TSS
|
Perlakuan dengan tawas dan PAC
|
Perubahan kualitas air setelah diberikan perlakuan dengan tawas dan PAC
- PH
- TSS
|
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
D. Hipotesis Atau Pertanyaan Penelitian
1. Analisis bivariat
a) Ada perbedaan kualitas air (pH dan TSS) sebelum dan setelah diberikan tawas
b) Ada perbedaan perubahan kualitas air (pH dan TSS) sebelum dan setelah diberikan PAC
c) Ada perbedaan perubahan kualitas air (pH dan TSS) antara pemberian tawas dan pemberian PAC
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperiment murni (true eksperiment) dengan rancangan secara Acak dengan Tes Awal dan Tes Akhir dengan Kelompok Kontrol (The Randomized Pretest - Posttest Control Goup Design). Rancangan ini merupakan rancangan paling efektif dan terkuat dalam mengontrol ancaman-ancaman terhadap validitas. Rancangan ini melengkapi kelompok kontrol maupun pengukuran perubahan, tetapi juga menyertakan tes awal untuk menilai perbedaan antara dua kelompok. Rancangan ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Pretest Perlakuan Posttest
|
01 X (Tawas) 02
01 X (PAC) 02
01 - 02
|
R (Kel. Eksperiment tawas)
R (kel. Eksperiment PAC)
R (Kel. Control)
Penelitian ini menggunakan tiga kelompok, kelompok pertama yang diberi perlakuan tawas, kelompok kedua yang diberikan PAC, dan kelompok ketiga yang menggunakan kelompok pembanding (kontrol) tanpa diberikan perlakuan. Ketiga kelompok tersebut dilakukan pengukuran kualitas air (pH dan TSS).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh air permukaan daerah aliran sungai loa janan sebagai kelompok eksperimen. Alasan peneliti memilih daerah aliran sungai Loa Janan Ilir sebagai tempat penelitian karena jumlah penduduk yang menggunakan air daerah aliran sungai loa janan ilir lebih banyak dibandingkan dengan daerah aliran sungai yang lain, selain itu karena daerah aliran sungai loa janan merupakan daerah aliran sungai yang secara langsung merupakan tempsat keramba ikan yang ikannya dikonsumsi oleh masyarakat, dikarenakan pula sungai loa janan tempat pembuangan air limbah oleh perusahaan batu bara, kayu lapis dan domestik rumah tangga.
1. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiono, 2010). sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 titik sampel daerah aliran sungai loa janan yang kemudian akan dirata- ratakan setiap kualitas air yang akan diteliti.
Adapun kriteria sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini yang memenuhi persyaratan (kriteria inklusi sebagai berikut :
a. Dua belas (12) titik daerah aliran sungai loa janan ilir
b. Daerah pemukiman penduduk
c. Air sungai digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Sedangkan kriteria ekslusi adalah air sumur, air PDAM serta air sungai yang telah dimasak, daerah aliran sungai loa janan ilir.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian adalah systematic random sampling yaitu pengambilan sampel yang didasarkan secara acak hanya unsur pertama, selanjutnya diambil secara sistematik sesuai langkah yang sudah ditetapkan. Syarat penarikan sampel secara sistematis ini adalah tersedianya kerangka sampling, populasinya mempunyai pola – pola yang beraturan seperti, blok – blok rumah.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu
Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini bulan februari tahun 2015.
2. Tempat
Adapun lokasi penelitian yakni daerah aliran sungai Kecamatan Loa Janan Ilir.
D. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No
|
Variabel
|
Definisi operasional
|
Alat ukur
|
Hasil ukur
|
Skala
|
1
|
Efektif Tawas
|
Kemampuan tawas untuk menjernihkan air dengan parameter indicator :
1. PH
2. Bergantung pada Dosis optimum
3. Waktu pengendapan
4. Kadar karbonat
5. Murah dan terjangkau.
6. Jenis padatan, serbuk dan liquid.
|
Neraca
|
- PH =
- TSS =
|
Rasio
|
2
|
Efektif Pac (poli aluminium chloride)
|
Kemampuan PAC untuk menjernihkan air dengan parameter indicator
1. PH dengan range lebih luas
2. Cepat membentuk flok
3. Flok lebih padat
4. Efisien dan hemat
5. Tidak bergantung dosis optimum.
6. Sifat clorinasi
|
Neraca
|
- PH =
- TSS =
-
|
Rasio
|
3
|
TSS
|
Ukuran mengenai kualitas air yang dilihat dari adanya partikel – partikel tersuspensi sehingga terjadi kekeruhan air
|
TSS meter
|
TSS = 50 Mg/L
|
Rasio
|
5
|
pH
|
Derajat asam basanya air sungai akibat adanya bahan partike tersuspensi di dalam air sehingga merubah kualitas pH air.
|
Kertas lakmus/ pH meter
|
PH = 7
|
Rasio
|
E. Instrumen Penelitian
Instrument adalah alat pengumpul data penelitian sehingga harus dapat dipercaya, benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Instrument penelitian harus memenuhi kriteria valid dan reliable. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat – alat laboritorium yang sudah dikalibrasi dan telah diakui oleh Komite Akreditasi Nasional. Alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Alat
a) Jartest
b) pH meter
c) TSS meter
d) Ember
e) Alat tulis untuk mencatat pada lembar observasi
2. Bahan
a) Air sampel
b) Tawas
c) PAC
Lembar observasi dalam penelitian ini terdiri dari lembar hasil pengukuran sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan koagulan hal ini digunakan untuk memperoleh gambaran umum mengenai kualitas air daerah aliran Sungai Loa Janan Ilir, lembar observasi yang digunakan dibagi menjadi beberapa sub yaitu :
a) Lembar observasi Sub A mengenai kualitas air sungai sebelum dilakukan perlakuan dengan tawas dan PAC.
b) Lembar observasi Sub B mengenai kualitas air setelah diberikan perlakuan tawas dan PAC.
c) Lembar observasi sub C mengenai kualitas air untuk kelompok control.
F. Uji Validitas dan Reabilitas (Kalibrasi Alat Uji)
1. Uji validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kalibrasi alat laboritorium seperti, pH meter, jartest, TSS meter dan alat lainnya yang diperlukan. Misalnya alat ukur pH harusnya mengukur asam dan basa dengan tepat. Jika alat ukur yang mengukur dengan tepat sesuai dengan peruntukkannya maka alat ukur yang digunakan tersebut dikatakan valid.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini menunjukkan hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap sesuai bila dilakukan pengukuran berulang-ulang kali terhadap gejala yang sama, dengan alat ukur yang sama (Sumantri, 2013).
Tinggi rendahnya nilai realibilitas, secara empiris ditunjukkan oleh satu angka yang disebut dengan koefiisen korelasi. Secara teoritas, besarnya koefisien reabilitas berkisar 0,00 – 1,00, namun pada kenyataanya koefisien 1,00 tidak pernah tercapai dalam pengukuran psikologis merupakan sumber ketidak konsisten yang potensial.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperiment murni yang mengunakan alat ukur atau alat uji yang semuanya bersumber dari laboritorium sehingga reabilitas penelitian ini ditentukan oleh hasil pengukuran yang dilakukan dilaboritorium. Reliabilitas penelitian ini akan sangat bergantung dengan alat ukur atau alat uji lab yang digunakan, alat uji laboritorium tentunya sudah dikalibrasi sehingga hasil dari pengukuran dari penelitian ini dapat realibel.
G. Kalibrasi Alat Uji
Kalibrasi alat uji merupakan serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh instrument alat ukur atau sistem pengukuran, atau nilai yang diwakili oleh bahan ukur, dengan nilai – nilai yang sudah diketahui. Dengan kata lain kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap standar ukur yang mampu telusur ke standar nasional maupun internasional untuk satuan ukuran dan/atau internasional dan bahan – bahan acuan tersertifikasi.
Dalam penelitian ini Kalibrasi alat (pH meter dan TSS meter) diperlukan untuk menjaga kondisi instrument ukur dan bahan ukur agar tetap sesuai dengan spesifikasinya, mendukung sistem mutu yang diterapkan pada peralatan laboritorium dan mengetahui perbedaan penyimpangan antara harga yang benar dengan harga yang ditunjukkan oleh alat ukur.
H. Prosedur Intervensi
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Mengecek atau mengukur pH dan TSS awal dari air sampel.
3. Disediakan 6 buah beaker glass dan masing-masing diisi dengan air sampel 1000 ml.
4. Masukkan koagulan ke dalam masing – masing gelas yang telah berisi air sampel dengan dosis 100 ml tawas dan pac yang sudah dicampurkan dengan aquades dalam konsentrasi 20 %.
5. Meletakkan beaker glass pada alat flokulator.
6. Hidupkan pengaduk dan saklar lampu kemudian setting dengan kecepatan 100 rpm selama 1 menit (pengadukan cepat).
7. Setelah jaretst berbunyi yang menandakan waktu telah selesai 1 menit, Kemudian setting kembali dengan kecepatan 20 rpm selama 15 menit (pengadukan lambat).
8. Didiamkan selama 15 menit sampai 30 menit lalu amati flok yang terbentuk.
9. Pilih gelas yang paling bening airnya.
10. Dicek dan dicatat pH ,TSS dan dosis optimum setiap koagulan (tawas dan PAC).
I. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Data Primer
Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiono,2010). Data primer dalam penelitian ini di peroleh dari pengukuran kualitas air (pH dan TSS) yang telah dilakukan di daerah sungai Loa Janan Ilir.
2. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung (Arikunto,2010). Data sekunder dalam penelitian ini di peroleh dari data Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda bidang pengendalian pencemaran yaitu mengenai status kualitas air sungai Wilayah Kota Samarinda.
J. Teknik Analisis Data
1. Pengolahan data
a. Coding
Coding adalah usaha memberi kode – kode tertentu pada jawaban responden apabila yang digunakan adalah analisis kualitatif kode yang diberikan adalah angka. Jika angka itu berlaku sebagai skala pengukuran, angka itu disebut skor (Wasis, 2008).
Adapun langkah dalam tahap pengkodean adalah :
1) Pembuatan daftar variabel yang ada dalam lembar observasi
2) Pemindahan hasil pengisian lembar observasi kedalam daftar kode yang ada dalam lembar observasi.
3) Pembuatan daftar coding yaitu memindahkan hasil pengisian daftar koding lembar observasi ke dalam lembar tersendiri yang siap untuk dimasukkan didalam program pemasukkan data komputer.
Data akan diolah dengan menggunakan perangkat lunak komputer. Selanjutnya data yang sudah diolah kemudian disusun dan disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan narasi.
b. Tabulating
Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian dimasukkan dalam tabel yang sudah disiapkan (Notoatmodjo, 2005).
c. Entry data
Proses pemindahan data ke dalam komputer agar diperoleh data masukkan yang siap diolah sistem dengan menggunakan perangkat lunak pengolahan data statistik.
2. Analisis data
Data akan diolah dengan menggunakan perangkat lunak komputer. Selanjutnya data yang sudah diolah disusun dan disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan narasi, analisis data meliputi:
a. Analisis univariat
Analisis yang dilakukan terhadap tiap variable dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan prsentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Variabel dalam penelitian ini adalah variabel dependent kualitas air dan variabel independent tawas dan PAC. Analisis data univariat yang digunakan menggunakan mean median, standar deviasi dan varian.
Rumusan rata-rata (mean) rata-rata yang dikutip dari Sugiyono (2010) adalah sebagai berikut:
Untuk Variabel X: Untuk Variabel Y:
Di mana:
Me = rata-rata (mean)
∑ = Sigma (jumlah)
Xi = nilai X ke- i sampai ke- n
Yi = nilai Y ke- i sampai ke- n
N = jumlah sampel (titik)
Persamaan rata-rata (mean) di atas merupakan teknik pejelasan kelompok didasarkan atas nilai rata-rata dari variabe tersebut. Rata-rata ini didapat dengan menjumlahkan data kualitas air seluruh sampel dalam setiap kelompok, kemudian dibagi dengan jumlah sampel yang ada pada kelompok tersebut.
Perhitungan median :
Keterangan :
Md = median
b = batas bawah
p = panjang kelas
n = banyak data/jumlah titik
F = jumlah semua frekuensi sebelum kelas median
f = frekuensi kelas median
Perhitungan standar deviasi
Standar deviasi atau simpangan baku dari data yang telah disusun dalam tabel distribusi frekuensi dapat dihitung dengan rumus :
Keterangan :
S = simpangan baku sampel
n = jumlah sampel
Xi = nilai X ke- i sampai ke- n
X = rata – rata sampel
Perhitungan varian
Salah satu teknik statistik yang digunakan oleh peneliti untuk menjelaskan homogenitas kelompok yaitu dengan variansi. Variansi merupakan jumlah kuadrat semua deviasi nilai – nilai titik sampel terhadap rata- rata kelompok. Variansi dari sekelompok data dari suatu variabel dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
S2 = varians sampel
n = jumlah sampel
n-1= derajat kebebasan
b. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Analisis bivariat digunakan untuk membuktikan hipotesis dua variabel. Dalam penelitian ini digunakan dua uji statistic.
Pertama adalah uji parametric dependent t-test atau disebut juga paired t-test dengan syarat data berdistribusi normal tetapi jika data tidak berdistribusi normal maka menggunakan uji wilcoxon test.
Paired t-test digunakan untuk membandingkan mean dari satu sampel yang berpasangan (paired).
Adapun rumus paired yang digunakan adalah sebagai berikut :
Keterangan
T= nilai t hitung
= rata – rata selisih pengukuran 1 dan 2
Sd = standar deviasi selisih pengukuran 1 dan 2
Rumus wilcoxon digunakan apabila data berdistribusi tidak normal. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Keterangan
Z = hasil uji wilcoxon
T = Total selisih terkecil antara nilai pre dan post
n = jumlah sampel
keputusan uji :
jika z hitung > z – tabel berbeda secara significant (Ho ditolak).
Jika z < z tabel tidak berbeda siginifikan (Ho diterima).
Kedua adalah uji anova, Tujuan utama dari ANOVA adalah untuk membandingkan mean dari tiga kelompok atau lebih, untuk memberikan informasi apakah perbedaan yang teramati (observed differences) antar kelompok tersebut terjadi karena kebetulan (chance) atau karena suatu pengaruh tertentu yang bersifat sistematis (systematic effect). Analisis Varians (ANOVA) mensyaratkan adanya Variabel Dependen (DV) yang memiliki skala interval atau rasio dan satu atau lebih Variabel Independen (IV) yang seluruhnya bersifat kategori atau yang merupakan kombinasi dari variabel bersifat kategorik dengan variabel berskala interval atau rasio. ANOVA berusaha membandingkan variabilitas skor yang terjadi dalam suatu kelompok (within group, yakni variabilitas yang disebabkan oleh sampling error itu sendiri) dengan variabilitas yang terjadi antar kelompok (between group, yakni variabilitas yang disebabkan karena efek dari suatu perlakuan/treatment dan variabilitas yang disebabkan karena sampling error), uji anova digunakan apabila uji parametrik data dan berdistribusi normal sedangkan apabila uji non parametrik dan data berdistribusi tidak normal maka menggunakan kruskal-walls.
Adapun rumus anova yang digunakan adalah sebagai berikut :
Dimana
Dimana JKd = JKT – Jka
mencari derajat kebebasan (Degrees Of Freedom), N – k.
RK = rata-rata kuadrat :
Menghitung besarnya F hitung dengan rumus :
keterangan :
JKT = Jumlah kelompok total
JKa = jumlah kelompok antara
Jkd = jumlah dalam kelompok
N = banyaknya jumlah sampel
K = jumlah kelompok
G = Total jumlah n1, n2, n3
Sedangkan kruskall walss menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
N = jumlah sampel
R = rangking
K. Jalannya Penelitian
1. Tahap persiapan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Menentukan judul penelitian
b. Membuat proposal penelitian, mengadakan konsultasi dengan pembimbing, menetapkan lokasi penelitian, melakukan survey awal untuk penjajakan serta melaksanakan seminar proposal.
c. Mengurus surat izin penelitian
d. Melakukan koordinasi dan penjelasan penelitian maksut dan tujuan penelitian kepada tokoh masyarakat setempat yang ada dikecamatan Loa Janan Ilir, samarinda untuk mendapatkan persetujuan, dukungan serta kerja sama. Selanjutnya menyepakati tempat, waktu dan subjek yang akan mendukung pelaksanaan kegiatan penelitian.
e. Menyiapkan perlengkapan yang diperlukan untuk pelaksanaan penelitian seperti pengaturan tempat dan alat – alat laboritorium.
1) Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Melakukan perkenalan dan pendekatan dengan masyarakat dikecamatan loa janan ilir, memberikan penjelasan tentang kegiatan penelitian pada tokoh masyarakat agar kegiatan penelitian dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan rencana yang dibuat oleh peneliti.
b. Penetapan kelompok, subjek ditetapkan menjadi 3 kelompok yaitu satu kelompok eksperiment dengan perlakuan tawas dan satu kelompok diberikan perlakuan PAC serta satu kelompok pembanding (kontrol).
c. Kemudian pada masing - masing kelompok dilakukan uji kualitas air (pH dan TSS). Pengukuran kualitas air ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air berdasarkan parameter yang telah ditetapkan sebelum diberikan perlakuan tawas dan PAC.
d. Selanjutnya untuk kelompok eksperimen setelah dilakukan pengukuran kualitas air, dilanjutkan dengan intervensi tawas dan pac untuk mengetahui perubahan terhadap kualitas air.
2) Akhir penelitian
a. Pengolahan data melalui proses editing, coding entry dan cleaning data yang sudah dibersihkan selanjutnya dianalisis secara statistik.
b. Penyusunan laporan dan penyajian hasil penelitian.
c. Pengumpulan proposal hasil skripsi kepada pihak akademik.
L. Etika Penelitian
Etika dalam penelitian menunjuk pada prinsip - prinsip yang diterapkan dalam kegiatan penelitian, dari penyusunan proposal penelitian sampai dengan hasil publikasi hasil penelitian. Peneliti dalam menjalankan penelitian hendaknya memegang teguh sikap ilmiah (scientific, attitude) serta berpegang teguh pada etika penelitian, meskipun penelitian yang dilakukan tidak akan merugikan atau membahayakan subjek penelitian. Secara garis besar, dalam melaksanakan sebuah penelitian ada empat prinsip yang harus dipegang teguh oleh peneliti, diungkapkan oleh Milton 1999 dalam (Notoatmodjo, 2012), yakni.
1) Menghormati harkat dan martabat manusia.
Sebagai ungkapan, peneliti menghormati harkat dan martabat subjek penelitian, peneliti seyogyanya mempersiapkan formulir persetujuan objek yang mencakup.
a. Penjelasan manfaat penelitian
b. Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan.
c. Penjelasan manfaat yang didapatkan.
d. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan subjek berkaitan dengan prosedur penelitian.
e. Jaminan anonimitas dan keberhasilan terhadap identitas dan informasi yang diberikan oleh responden
2) Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian
Setiap orang mempunyai hak – hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas subjek. Peneliti seyogyanya cukup memberikan coding sebagai pengganti identitas responden (Notoatmodjo, 2012).
3) Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan
Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran , keterbukaan dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan penelitian perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan jender, agama, etnis dan sebagainya (Notoatmojdo, 2012).
4) Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan
Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada khususnya. Peneliti
M. Jadwal Penelitian
No
|
Jenis Kegiatan
|
Tahun 2015
|
|
|
Bulan ke
|
|
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
|
1
|
Persiapan (pengajuan proposal penelitian)
|
|
|
|
|
|
2
|
Seminar proposal
|
|
|
|
|
|
3
|
Pengambilan data
|
|
|
|
|
4
|
Pengolahan data
|
|
|
|
|
5
|
Penyusunan hasil dan pembahasan
|
|
|
|
|
6
|
Seminar/ ujian hasil
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran lokasi penelitian
Tempat penelitian bertempat di daerah aliran sungai kecamatan loa janan ilir samarinda yang merupakan daerah pemukiman padat penduduk.
Daerah aliran sungai loa janan ilir merupakan daerah aliran sungai Mahakam yang sebagian besar aktivitas dalam kehidupannya dilakukan di sungai baik dari ekonomi sampai dengan pemenuhan sandang pangan dan papan. Jumlah sampel daerah aliran sungai loa janan ilir sebanyak 12 sampel, yang terdiri dari 12 sampel air untuk perlakuan koagulan tawas, 12 Sampel air untuk perlakuan PAC dan 12 sampel air untuk kelompok pembanding.
Dalam penelitian ini digunakan konsentrasi tawas dan PAC sebanyak 20% dari 20 mg tawas dan 20 PAC dicampurkan dengan aquades sebanyak 100 ml.
2. Analisis Univariat
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui mean, median, std. deviasi dan varian masing-masing kelompok. Berdasarkan pemeriksaan kualitas air yang dilakukan (pH dan TSS).
a. Analisis Univariat Pretest
Analisis ini bertujuan mengetahui nilai mean, median standar deviasi dan varian dari kualitas air sebelum diberikan perlakuan koagulan (tawas, pac dan kelompok control).
Tabel 4.1
Hasil Ukur (Pretest Tawas)
No. Sampel
|
pH Tawas
|
TSS tawas
|
Sampel 1
|
5.41
|
90.0
|
Sampel 2
|
5.39
|
143.0
|
Sampel 3
|
5.27
|
89.0
|
Sampel 4
|
5.43
|
112.0
|
Sampel 5
|
5.153
|
132.4
|
Sampel 6
|
5.31
|
124.0
|
Sampel 7
|
5.18
|
87.0
|
Sampel 8
|
5.71
|
95.0
|
Sampel 9
|
5.81
|
79.0
|
Sampel 10
|
5.32
|
86.32
|
Sampel 11
|
5.39
|
73.56
|
Sampel 12
|
5.48
|
78.31
|
Jumlah
|
64.85
|
1189.59
|
|
5.4044
|
99.1325
|
Me
|
5.3900
|
89.5000
|
Std.deviasi
|
0.19362
|
23.00671
|
Varians
|
0.037
|
529.309
|
Sumber : Data Primer 2015
|
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa hasil pemeriksaan kualitas air (pH dan TSS) sebelum diberi perlakuan koagulan tawas, pH menunjukkan mean 5.9317, median 5.6700, standar deviasi 0.73065, dan varians 0.534 dan untuk TSS menunjukkan mean 99.1325, median 89.5000, standar deviasi 23.00671 dan varian 529.329.
Tabel 4.2
Hasil Ukur (Pretest PAC)
No. Sampel
|
pH Pac
|
TSS PAC
|
Sampel 1
|
6.40
|
100.65
|
Sampel 2
|
5.32
|
100.3
|
Sampel 3
|
5.16
|
114.0
|
Sampel 4
|
5.25
|
145.04
|
Sampel 5
|
5.61
|
142.65
|
Sampel 6
|
5.39
|
165.80
|
Sampel 7
|
5.42
|
141.08
|
Sampel 8
|
5.06
|
100.73
|
Sampel 9
|
5.03
|
126.71
|
Sampel 10
|
5.93
|
137.96
|
Sampel 11
|
5.82
|
124.0
|
Sampel 12
|
5.98
|
100.05
|
Jumlah
|
66.37
|
1498.97
|
|
5.5308
|
124.912
|
Me
|
5.4050
|
125.352
|
Std.deviasi
|
0.42339
|
22.04061
|
Varians
|
0.179
|
485.789
|
Sumber : data primer 2015
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa hasil ukur kualtas air (PH dan TSS). pH Untuk PAC menghasilkan nilai mean 5.5308, median 5.4050 standar deviasi 0.42339 dan varians 0.179 sedangkan untuk TSS menghasilkan mean 124.912, mean 125.325, standar deviasi 22.0406 dan varian 485.789.
Tabel 4.3
Hasil Ukur (Pretest Kontrol)
No. Sampel
|
pH Kontrol
|
TSS kontrol
|
Sampel 1
|
6.38
|
90.0
|
Sampel 2
|
6.17
|
124.0
|
Sampel 3
|
5.92
|
86.3
|
Sampel 4
|
5.14
|
110.0
|
Sampel 5
|
5.17
|
132.4
|
Sampel 6
|
5.42
|
147.0
|
Sampel 7
|
5.78
|
98.0
|
Sampel 8
|
5.07
|
90.0
|
Sampel 9
|
5.36
|
87.0
|
Sampel 10
|
5.42
|
83.0
|
Sampel 11
|
5.68
|
79.0
|
Sampel 12
|
6.35
|
73.0
|
Jumlah
|
67.86
|
1199.70
|
|
5.6550
|
99.9750
|
Me
|
5.5500
|
90.0000
|
Std.deviasi
|
0.46715
|
23.26611
|
Varians
|
0.218
|
541.313
|
Sumber : data primer 2015
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa hasil pemeriksaan kualitas air (pH dan TSS) sebelum pemberian koagulan, untuk pH kelompok kontrol menghasilkan nilai mean 5.6550, median 5.5500, standar deviasi 0.46715 dan varians 0.218 dan pemeriksaan TSS menghasilkan mean 99.9750, median 90.0000, standar deviasi 23.26611 dan varian 541.313.
b. Analisis Univariat Postest
Analisis ini bertujuan mengetahui nilai mean, median standar deviasi dan varian dari kualitas air setelah diberikan perlakuan koagulan (tawas, pac dan kelompok control).
Tabel 4.4
Hasil Ukur (Postest Tawas)
No. Sampel
|
Konsentrasi 20 % (100 Ml)
|
pH Tawas
|
TSS tawas
|
Sampel 1
|
12 ml
|
3.31
|
18.09
|
Sampel 2
|
12 ml
|
3.05
|
21.83
|
Sampel 3
|
12 ml
|
2.67
|
10.04
|
Sampel 4
|
12 ml
|
2.54
|
24.28
|
Sampel 5
|
12 ml
|
2.5
|
17.5
|
Sampel 6
|
12 ml
|
2.54
|
27.82
|
Sampel 7
|
12 ml
|
3.06
|
14.62
|
Sampel 8
|
12 ml
|
3.0
|
12.05
|
Sampel 9
|
12 ml
|
2.93
|
21.01
|
Sampel 10
|
12 ml
|
2.64
|
11.91
|
Sampel 11
|
12 ml
|
2.78
|
11.06
|
Sampel 12
|
12 ml
|
2.6
|
9.8
|
Jumlah
|
-
|
33.62
|
200.01
|
|
-
|
2.8017
|
16.6675
|
Me
|
-
|
2.7250
|
16.0600
|
Std.deviasi
|
-
|
0.26201
|
6.03950
|
Varians
|
-
|
0.069
|
36.476
|
Sumber : Data Primer 2015
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa hasil pemeriksaan kualitas air (pH dan TSS) setelah perlakuan menunjukkan PH air setelah diberikan tawas menunjukkan nilai mean 7.6308, median 7.5550, standar deviasi 0.70801 dan varian 0.501 sedangkan hasil pemeriksaan untuk TSS menunjukkan nilai mean 16.6675, median 16.0600, standar deviasi 6.03950 dan varian 36.476 .
Tabel 4.5
Hasil Ukur (Postest PAC)
No. Sampel
|
Konsentrasi 20 % (100 Ml)
|
pH PAC
|
TSS pac
|
Sampel 1
|
0.02 ml
|
6.32
|
7.32
|
Sampel 2
|
0.02 ml
|
5.32
|
10.04
|
Sampel 3
|
0.02 ml
|
5.27
|
6.09
|
Sampel 4
|
0.02 ml
|
5.23
|
8.04
|
Sampel 5
|
0.02 ml
|
4.61
|
13.06
|
Sampel 6
|
0.02 ml
|
4.32
|
7.21
|
Sampel 7
|
0.02 ml
|
4.0
|
8.17
|
Sampel 8
|
0.02 ml
|
4.32
|
9.15
|
Sampel 9
|
0.02 ml
|
4.23
|
7.5
|
Sampel 10
|
0.02 ml
|
5.85
|
8.32
|
Sampel 11
|
0.02 ml
|
5.64
|
6.07
|
Sampel 12
|
0.02 ml
|
5.81
|
7.95
|
Jumlah
|
-
|
60.92
|
98.92
|
|
-
|
5.0767
|
8.2433
|
Me
|
-
|
5.2500
|
7.9950
|
Std.deviasi
|
-
|
0.76027
|
1.88829
|
Varians
|
-
|
0.578
|
3.566
|
Sumber : data primer 2015
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa hasil pemeriksaan kualitas air (pH dan TSS) setelah perlakuan menunjukkan PH air setelah diberikan PAC menunjukkan nilai mean 7.8483, median 7.8800, standar deviasi 0.52535 dan varian 0.276 sedangkan hasil pemeriksaan TSS menunjukkan nilai mean 8.2433, median 7.9950, standar deviasi 1. 888.29 dan varian 3.566.
Tabel 4.6
Hasil Ukur pH (Postest Control)
No. Sampel
|
pH Control
|
TSS control
|
Sampel 1
|
6.28
|
80.0
|
Sampel 2
|
6.08
|
123.0
|
Sampel 3
|
5.36
|
82.0
|
Sampel 4
|
5.35
|
105.0
|
Sampel 5
|
5.28
|
126.0
|
Sampel 6
|
5.67
|
138.07
|
Sampel 7
|
5.87
|
92.05
|
Sampel 8
|
5.76
|
89.05
|
Sampel 9
|
5.43
|
85.07
|
Sampel 10
|
5.24
|
82.98
|
Sampel 11
|
5.71
|
76.92
|
Sampel 12
|
6.09
|
70.84
|
Jumlah
|
68.12
|
1150.98
|
|
5.6767
|
95.9150
|
Me
|
5.6900
|
87.0600
|
Std.deviasi
|
0.35147
|
21.91261
|
Varians
|
0.124
|
480.160
|
Sumber : data primer 2015
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa hasil pemeriksaan kualitas air (pH dan TSS) setelah perlakuan menunjukkan PH air kelompok control menunjukkan nilai mean 5.6767, median 7.6900, standar deviasi 0.35147 dan varian 0.124, sedangkan hasil pemeriksaan untuk TSS menunjukkan nilai mean 95.9150, median 87.0600, standar deviasi 21.91261 dan varian 480.160
3. Analisis Bivariat
a. Analisis Bivariat Pretest Posttest Tawas pH
Tabel 4.7 Hasil Uji Paired T-Test Tawas pH
No
|
Uji Paired T- Test
|
Hasil Pretest Posttest
|
1
|
Signifikan
|
0.000
|
2
|
Mean
|
2.60275
|
3
|
Standar deviasi
|
0.27619
|
4
|
T hitung
|
32.644
|
Sumber : data primer 2015
Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan uji paired t-test didapatkan hasil t hitung adalah 32.644 dengan signifikansi 0.000 menunjukkan bahwa jauh dibawah 0.05. hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kualitas air (pH) secara nyata antara hasil pretest dan posttest.
Tabel 4.8 Hasil uji Paired T-Test tawas TSS
No
|
Uji Paired T- Test
|
Hasil Pretest Posttest
|
1
|
Signifikan
|
0.000
|
2
|
Mean
|
82.46501
|
3
|
Standar deviasi
|
19.65315
|
4
|
T hitung
|
14.535
|
Sumber : Data Primer 2015
Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan uji paired t-test didapatkan hasil t hitung adalah 14.535 dengan signifikansi 0.000 menunjukkan bahwa jauh dibawah 0.05. hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kualitas air (TSS) secara nyata antara hasil pretest dan posttest.
b. Analisis Bivariat Pretest Posttest PAC pH
Tabel 4.9 Hasil uji Paired T-Test PAC pH
No
|
Uji Paired T- Test
|
Hasil Pretest Posttest
|
1
|
Signifikan
|
0.011
|
2
|
Mean
|
0.45417
|
3
|
Standar deviasi
|
0.518779
|
4
|
T hitung
|
3.033
|
Sumber : data primer 2015
Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan uji paired t-test didapatkan hasil t hitung adalah 3.033 dengan signifikansi 0.011 menunjukkan bahwa jauh dibawah 0.05. hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kualitas air (pH) secara nyata terhadap Air sebelum dan sesudah diberikan PAC.
Tabel 4.10 Hasil Uji Paired T-Test PAC TSS
No
|
Uji Paired T-Test
|
Hasil Pretest Posttest
|
1
|
Signifikan
|
0.000
|
2
|
Mean
|
116.6712
|
3
|
Standar deviasi
|
22.01176
|
4
|
T hitung
|
18.361
|
Sumber : data primer 2015
Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan uji paired t-test didapatkan hasil t hitung adalah 18.361 dengan signifikansi 0.000 menunjukkan bahwa jauh dibawah 0.05. hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kualitas air (TSS) secara nyata terhadap Air sebelum dan sesudah diberikan PAC.
c. Analisis bivariat pretest posttest control pH
Tabel 4.11 Hasil uji paired t-test Control pH
No
|
Uji Paired T- Test
|
Hasil Pretest Posttest
|
1
|
Signifikan
|
0.811
|
2
|
Mean
|
-0.02167
|
3
|
Standar deviasi
|
0.30671
|
4
|
T hitung
|
-0.245
|
Sumber : data primer 2015
Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan uji paired t-test didapatkan hasil t hitung adalah -0.245 dengan signifikansi 0.811 menunjukkan bahwa berada diatas 0.05. hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata kualitas air (pH) secara nyata terhadap Air sebelum dan sesudah pada kelompok control.
Tabel 4.12 Hasil Uji Paired T-Test Control TSS
No
|
Uji Paired T- Test
|
Hasil Pretest Posttest
|
1
|
Signifikan
|
0.001
|
2
|
Mean
|
4.06000
|
3
|
Standar deviasi
|
3.25317
|
4
|
T hitung
|
4.323
|
Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan uji paired t-test didapatkan hasil t hitung adalah 4.323 dengan signifikansi 0.001 menunjukkan bahwa jauh dibawah 0.05. hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kualitas air (pH) secara nyata terhadap Air sebelum dan sesudah pada kelompok control.
Tabel 4.13
Gambaran Perbedaan Rata-Rata Kualitas Air Sebelum Diberikan Koagulan
No
|
Uji anova
|
Kualitas air (pH)
|
Tawas
|
Pac
|
Control
|
1
|
Mean
|
5.4044
|
5.5308
|
5.6083
|
2
|
F
|
0.386
|
3
|
Sig.
|
0.979
|
Sumber : data primer 2015
Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan uji anova didapatkan hasil f hitung adalah 0.979 dengan signifikansi 0.386 menunjukkan bahwa berada diatas 0.05. hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata kualitas air (pH) secara signifikan dari tiga kelompok sampel.
Tabel 4.14
No
|
Uji anova
|
Kualitas air (tss)
|
Tawas
|
Pac
|
control
|
1
|
Mean
|
99.1325
|
124.912
|
99.9750
|
2
|
F
|
4.963
|
3
|
Sig.
|
0.013
|
Gambaran Perbedaan Rata-Rata Kualitas Air (TSS) Sebelum
Diberikan Koagulan
t
Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan uji anova didapatkan hasil f hitung adalah 4.963 dengan signifikansi 0.013 menunjukkan bahwa berada dibawah 0.05. hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kualitas air (TSS) secara signifikan dari tiga kelompok sampel.
Tabel 4.15
Gambaran Perbedaan Rata-Rata Kualitas Air (pH) Sesudah Diberikan Koagulan
No
|
Uji anova
|
Kualitas air (pH)
|
Tawas
|
Pac
|
control
|
1
|
Mean
|
2.8017
|
5.0767
|
5.6767
|
2
|
F
|
107.516
|
3
|
Sig.
|
0.000
|
Sumber : Data Primer 2015
setelah dilakukan analisis dengan menggunakan uji anova didapatkan hasil f hitung adalah 107.516 dengan signifikansi 0.000 menunjukkan bahwa jauh berada dibawah 0.05. hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kualitas air (pH) secara signifikan dari tiga kelompok sampel setelah diberikan perlakuan.
Tabel 4.16
Gambaran Perbedaan Rata-Rata Kualitas Air (TSS) Sesudah Diberikan Koagulan
No
|
Uji anova
|
Kualitas air (tss)
|
Tawas
|
Pac
|
control
|
1
|
Mean
|
16.6675
|
8.2433
|
95.9150
|
2
|
F
|
161.908
|
3
|
Sig.
|
0.000
|
Sumber : Data Primer 2015
setelah dilakukan analisis dengan menggunakan uji anova didapatkan hasil f hitung adalah 161.908 dengan signifikansi 0.000 menunjukkan bahwa jauh berada dibawah 0.05. hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kualitas air (TSS) secara signifikan dari tiga kelompok sampel setelah diberikan perlakuan.
B. Pembahasan
Pada pembahasan ini, akan dibahas hasil penelitian yang didapat dari analisa univariat dan bivariat tentang pretest, posttest dan selisih antara tawas, PAC dan control tentang kualitas air (pH dan TSS).
1. Analisis univariat Kualitas air (pH dn tss) sebelum diberikan perlakuan
a. Kualitas air (pH) sebelum diberikan perlakuan Tawas
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata kualitas air pH sebelum diberikan tawas adalah 5.4044. ini menunjukkan sifat air yang asam. Makin rendah pH air maka akan semakin asam sifat Air tersebut, makin buruk kualitas air dan semakin tinggi pH air maka akan semakin basa sifat air tersebut. Sifat asam pada air ini dipengaruhi oleh adanya zat organik dan non organik bersifat asam yang masuk kedalam air sehingga merubah karakteristik pH air (Sumantri,2013).
b. Kualitas air ( tss) sebelum diberikan perlakuan Tawas
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata TSS aebelum diberikan kualitas air adalah 99.1325 NTU. Ini menunjukkan bahwa zat solid tersuspensi dalam air sangat tinggi sehingga menyebabkan kekeruhan pada air sungai. Tingginya zat tersuspensi dalam air disebabkan oleh tingginya jumlah partikel dan koloid yang masuk kedalam air, hal ini disebabkan oleh aktivitas tambang batu bara, perusahaan kayu lapis dan aktivitas rumah tangga sehingga tidak terjadi proses fotosintesi didalam air yang berakibat pada rendahnya pasokan oksigen terhadap biota air (Soemirat, 2011).
c. Kualitas air (pH) sebelum diberikan perlakuan PAC
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata kualitas air pH sebelum diberikan PAC adalah 5.5308. ini menunjukkan sifat air yang asam. Makin rendah pH air maka akan semakin asam sifat Air tersebut, makin buruk kualitas air dan semakin tinggi pH air maka akan semakin basa sifat air tersebut. Sifat asam pada air ini dipengaruhi oleh adanya zat organik dan non organik dari aktivitas tambang batu bara, perusahaan kayu lapis dan aktivitas rumah tangga bersifat asam yang masuk kedalam air sehingga merubah karakteristik pH air (sumantri,2013).
d. Kualitas air ( tss) sebelum diberikan perlakuan PAC
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata TSS aebelum diberikan kualitas air adalah 124.912 NTU. Ini menunjukkan bahwa zat solid tersuspensi dalam air sangat tinggi sehingga menyebabkan kekeruhan pada air sungai. Tingginya zat tersuspensi dalam air disebabkan oleh tingginya jumlah partikel dan koloid yang masuk kedalam air, hal ini disebabkan oleh aktivitas tambang batu bara, perusahaan kayu lapis dan aktivitas rumah tangga sehingga tidak terjadi proses fotosintesi didalam air yang berakibat pada rendahnya pasokan oksigen terhadap biota air (Soemirat, 2011).
e. Kualitas air (pH) kelompok kontrol sebelum diberikan perlakuan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata kualitas air pH kelompok control adalah 5.6550. ini menunjukkan sifat air yang asam. Makin rendah pH air maka akan semakin asam sifat Air tersebut, makin buruk kualitas air dan semakin tinggi pH air maka akan semakin basa sifat air tersebut. Sifat asam pada air ini dipengaruhi oleh adanya zat organik dan non organik dari aktivitas tambang batu bara, perusahaan kayu lapis dan aktivitas rumah tangga bersifat asam yang masuk kedalam air sehingga merubah karakteristik pH air (Sumantri, 2013).
f. Kualitas Air ( Tss) Kelompok Control Sebelum Diberikan Perlakuan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata TSS aebelum diberikan kualitas air adalah 99.9750 NTU. Ini menunjukkan bahwa zat solid tersuspensi dalam air sangat tinggi sehingga menyebabkan kekeruhan pada air sungai. Tingginya zat tersuspensi dalam air disebabkan oleh tingginya jumlah partikel dan koloid yang masuk kedalam air, hal ini disebabkan oleh aktivitas tambang batu bara, perusahaan kayu lapis dan aktivitas rumah tangga sehingga tidak terjadi proses fotosintesi didalam air yang berakibat pada rendahnya pasokan oksigen terhadap biota air (Soemirat, 2011).
2. Analisis Univariat Kualitas Air Setelah Diberikan Perlakuan
a. Kualitas Air (pH) Setelah Diberikan Tawas
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata kualitas air pH setelah diberikan kelompok tawas adalah 2.80175. ini menunjukkan sifat air yang sangat asam. Makin rendah pH air maka akan semakin asam sifat Air tersebut, makin buruk kualitas air dan semakin tinggi pH air maka akan semakin basa sifat air tersebut. Sifat asam pada air ini dipengaruhi oleh adanya reaksi air dengan aluminium yang bersifat asam sehingga pH air akan semakin asam.
b. Kualitas Air (Tss) Setelah Diberikan Tawas
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata TSS setelah diberikan tawas adalah 16.6675 NTU pada dosis 12 ml tawas dengan kinsentrasi 20 %. Ini menunjukkan bahwa zat solid tersuspensi dalam air turun dari sebelum diberi perlakuan berupa tawas sehingga TSS yang dihasilkan telah memenuhi standar baku mutu berdasar PP. No. 82 tahun 2001.
c. Kualitas Air (pH) Setelah Diberikan PAC
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata kualitas air pH setelah diberikan kelompok PAC dengan konsentrasi yang sama dengan tawas yaitu 20 persen dan dengan dosis 0.02 adalah 5.0767. ini menunjukkan sifat air masih asam, namun tidak berbeda secara significant dari pH air sebelum dan sesudah perlakuan, ini disebabkan PAC memiliki kemampuan menjaga pH air ketika dicampurkan. pH air setelah diberikan PAC belum sesuai dengan baku mutu yang ditentukan sehingga untuk menetralkan diperlukan penambahan basa berupa Natrium hidroksida.
d. Kualitas Air (Tss) Setelah Diberikan PAC
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata TSS setelah diberikan tawas adalah 8.2433 NTU pada dosis 12 ml tawas dengan kinsentrasi 20 %. Ini menunjukkan bahwa zat solid tersuspensi dalam air turun dari sebelum diberi perlakuan berupa tawas sehingga TSS yang dihasilkan telah memenuhi standar baku mutu berdasar PP. No. 82 tahun 2001. Jauhnya perbedaan TSS sebelum dan setelah perlakuan disebabkan karena proses pembentukan flok pada air lebih besar dibandingkan pada tawas sehingga penurunan zat tersuspensi lebih cepat.
e. Kualitas Air (pH) Kelompok Control
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata kualitas air pH kelompok kontrol dengan adalah 5.6767. ini menunjukkan sifat air masih asam, namun tidak berbeda secara significant dari pH air sebelum dan sesudah perlakuan, ini disebabkan karena tidak terjadi reaksi kimia pada air. pH air setelah diberikan control belum sesuai dengan baku mutu yang ditentukan sehingga untuk menetralkan diperlukan penambahan basa berupa Natrium hidroksida.
f. Kualitas Air (Tss) Kelompok Control
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata TSS setelah diberikan tawas adalah 95.9150 NTU Ini menunjukkan bahwa zat solid tersuspensi dalam hampir sama sekali tidak memiliki perubahan, hal ini disebabkan tidak ada penambahan zat penjernih air.
3. Analisis Bivariat Perbedaan Kualitas Air Sebelum dan Sesudah Perlakuan
a. Kualitas Air Sebelum dan Sesudah Perlakuan Dengan Tawas
Berdasarkan hasil analisa perbedaan kualitas air sebelum dan sesudah perlakuan dengan tawas diperoleh pH air dengan nilai 2.60275, nilai t hitung 14.535 dan nilai tss 82.46501, nilai t hitung 14.535. dari hasil tersebut diperoleh hasil uji paired sampel test dengan signifikansi 0.000 yang berarti dibawah dari nilai 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari rata-rata nilai kualitas air sebelum dan sesudah perlakuan.
Diperolehnya perbedaan rata-rata pH air sebelum dan sesudah perlakuan tawas di daerah sungai loa janan ilir samarinda merupakan adanya keterkaitan dengan pemberian perlakuan berupa tawas. Menurut (Sumantri, 2013) penambahan senyawa kimia merupakan salah satu cara pengolahan air secara kimiawi. Pencampuran koagulan tawas kedalam air dengan konsentrasi 20% dan dosis 12 ml dalam 1 liter air menyebabkan pH air semakin asam dikarenakan adanya reaksi air dengan aluminium yang merupakan senyawa kimia yang bersifat asam, yang merupakan bahan dasar tawas. Proses penambahan koagulan tawas menyebabkan flok terjadi dan zat tersuspensi didalam air semakin berkurang namun zat tersuspensi tidak mengendap secara menyeluruh.
Selain itu, kondisi tersebut menurut peniliti juga didukung faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi pH air dalam satu daerah aliran sungai, misalnya jenis dan jumlah polutan serta jenis biota yang hidup di air.
b. Kualitas Air Sebelum dan Sesudah Perlakuan Dengan PAC
Berdasarkan hasil analisa perbedaan kualitas air sebelum dan sesudah perlakuan dengan tawas diperoleh pH air dengan nilai 0.45417, nilai t hitung 3.033 dengan signifikansi 0.011 dan nilai TSS air 116.6712, nilai t hitung 18.361 dengan signifikansi 0.000. dari hasil tersebut diperoleh hasil uji paired sampel test dibawah dari nilai 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari rata-rata nilai kualitas air sebelum dan sesudah perlakuan.
Diperolehnya perbedaan rata-rata pH air sebelum dan sesudah perlakuan di daerah sungai loa janan ilir samarinda merupakan adanya keterkaitan dengan pemberian perlakuan berupa PAC. Menurut (Sumantri, 2013) penambahan senyawa kimia merupakan salah satu cara pengolahan air secara kimiawi. Pencampuran koagulan PAC kedalam air dengan konsentrasi 20% dan dosis 0.02 ml dalam 1 liter air menyebabkan pH air relative sama sebelum dan sesudah perlakuan, hal ini disebabkan dari sifat PAC itu sendiri yang mampu menghasilkan pH dengan range yang lebih luas, penambahan koagulan PAC juga menyebabkan pembentukan flok yang lebih besar dibandingkan dengan tawas sehingga proses sedimentasi flok menjadi lebih cepat dibandingkan dengan sedimentasi yang terjadi pada tawas, pengamatan dilakukan selama waktu 15-30 menit. .
Selain itu, kondisi tersebut menurut peniliti juga didukung faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi pH air dalam satu daerah aliran sungai, misalnya jenis dan jumlah polutan serta jenis biota yang hidup di air.
c. Kualitas Air Sebelum Dan Sesudah Perlakuan Pada Kelompok Kontrol
Berdasarkan hasil analisa perbedaan kualitas air sebelum dan sesudah perlakuan dengan tawas diperoleh pH air dengan nilai -0.02167, nilai t hitung -0.245 dengan signifikansi 0.811 dan nilai tss air 4.06000, nilai t hitung 4.323 dengan signifikansi 0.001. dari hasil tersebut diperoleh hasil uji Paired Sampel Test untuk pH diatas dari nilai 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari rata-rata nilai kualitas air sebelum dan sesudah perlakuan. Dari hasil analisis diperoleh pula uji paired t-test untuk tss berada dibawah 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari rata-rata nilai kualitas air sebelum dan sesudah perlakuan.
Diperolehnya hasil tidak ada perbedaan rata-rata pH air sebelum dan sesudah perlakuan di daerah sungai loa janan ilir samarinda merupakan adanya keterkaitan dengan ada tidaknya pemberian perlakuan berupa tawas dan PAC. Menurut (Sumantri, 2013) penambahan senyawa kimia merupakan salah satu cara pengolahan air secara kimiawi. Tidak dilakukannya pengolahan air secara kimiawi dengan cara penambahan koagulan menyebabkan kualitas air (pH dan tss) pada air sampel tidak mengalami perubahan.
Selain itu, kondisi tersebut menurut peniliti juga didukung faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi PH dan tss air dalam satu daerah aliran sungai, misalnya jenis dan jumlah polutan serta jenis biota yang hidup di air.
C. Keterbatasan Penelitian
1. Sebagaimana telah diuraikan dalam metodologi penelitian bahwa rancangan penelitian ini adalah true eksperiment dimana rancangan ini memiliki tingkat ketelitian yang sangat tinggi dibandingkan dengan desain eksperimen lainnya.
2. Pengalaman peneliti sebagai peneliti pemula juga membuat pembahasan hasil penelitian ini masih kurang mendalam sehingga diperlukan banyak bimbingan dan masukan dalam menyelesaikan penelitian.
3. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrument laboritorium yang keakuratan datanya sangat bergantung pada kalibrasi alat uji.
BAB V
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab 4 diambil beberapa kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan penelitian tentang peerbedaan rata-rata kualitas air sebelum dan sesudah perlakuan pada 12 sampel dengan konsentrasi 20%, dengan dosis optimum tawas 12 ml dan PAC 0.02 ml.
A. Kesimpulan
1. Hasil rata-rata kualitas air sebelum diberi perlakuan tawas , PAC dan pada kelompok control menunjukkan pH dan tss berturut-turut (5.4044) (99.1325 NTU), (5.5308) (124.912 NTU), (5.6550) (99.9750 NTU)
2. Hasil rata-rata kualitas air sesudah diberi perlakuan tawas, PAC dan pada kelompok control menunjukkan pH dan tss berturut-turut (2.8017) (16.6675 NTU), (5.0767) (8.2433 NTU), (3.6767) (95.9150 NTU)
3. Hasil rata-rata kualitas air sebelum dan sesudah diberi perlakuan tawas, PAC dan pada kelompok control menunjukkan pH dan tss berturut-turut (2.60275) (82.46501 NTU), (0.45417) (116.6712 NTU), (-0.02167) (4.06000 NTU)
4. Hasil rata-rata kualitas air dari tiga kelompok sampel sebelum perlakuan menunjukkan signifikansi pH adalah 0.979 artinya tidak terdapat perbedaan yang siginifikan dan tss adalah 0.013 terdapat perbedaan yang signifikan dari ketiga kelompok sampel
5. Hasil rata-rata kualitas air dari tiga kelompok sampel setelah perlakuan menunjukkan signifikansi pH dan tss adalah 0.000 dan 0.000 yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan dari ketiga kelompok sampel.
B. Saran
Dalam penelitian ini ada beberapa saran yang dapat disampaikan yang kiranya dapat bermanfaat dalam peningkatan kualitas air bersih bagi masyarakat pada umumnya dan PDAM pada khususnya.
1. Bagi peneliti
perlu dilakukan penelitian selanjutnya mengenai kualitas air yang lebih kompleks sehingga didapatkan informasi mengenai kulitas air secara keseluruhan
2. Bagi masyarakat
Perlu diperhatikan kualitas air yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga tetap mengutamakan aspek bersih dan sehat
3. Bagi instansi terkait
a. Perlu dilakukan pemeriksaan kualitas air secara berkala terhadap air permukaan yang sering dikonsumsi masyarakat
b. Perlu diketahui dosis optimum koagulan penjernih air dalam 1liter air sehingga kualitas air yang dihasilkan sesuai dengan baku mutu yang telah ditentukan.